Pensiun menjadi fase akhir akhir dalam perjalanan karir pegawai. Pada masa ini, pegawai yang telah mencapai batas usia atau kondisi tertentu dapat mengajukan atau diajukan untuk pemberhentian kerja. Keputusan untuk pensiun dapat diambil secara sukarela, namun banyak individu juga yang merasa “dipaksa” oleh keadaan untuk melepaskan diri dari pekerjaan yang menjadi kesehariannya tersebut. Bayang-bayang akan kehilangan aktivitas rutin, lingkungan sosial hingga kesenjangan kesejahteraan yang diterima saat aktif bekerja dibanding saat purna tugas turut menjadi dinamika hari tua yang dihadapi beberapa pensiunan, termasuk di antaranya para pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pengaturan tentang Pensiun PNS di Indonesia sendiri tertuang dalam Undang-Undang No 11 tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai. Meski telah berlaku sejak lama, konsideran yang dijadikan rujukan undang-undang ini beberapa kali mengalami perubahan seiring dengan perkembangan situasi sosial dan politik. Hanya saja, dalam prakteknya desakan untuk mereformasi sistem pensiun PNS tetap muncul dengan dalih sistem yang berlaku saat ini tidak lagi relevan dengan kondisi terkini baik dari aspek kebijakan, anggaran kelembagaan, sifat pensiun, manfaat pensiun, kepesertaan, batas usia pensiun maupun prosedur pengajuan pensiun.
Pensiun PNS
Jaminan pensiun PNS dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai bentuk perlindungan, hak dan penghargaan atas pengabdian PNS. Oleh karenanya, tidak semua PNS yang berhenti atau purna tugas serta merta memperoleh hak pensiun. Hak pensiun diberikan kepada PNS yang saat purna berpredikat “Diberhentikan Dengan Hormat”. Sementara PNS yang berpredikat “Diberhentikan Tidak Dengan Hormat” tidak berhak atas hak pensiun.